Ngeri Ngeri Sedap (2022) — Terima Kasih Sudah Menjadi Suara Hati!

Ben Aryandiaz Herawan
4 min readJun 13, 2022

--

Jika saya boleh bertanya, apa alasan kamu menonton film?

Film, bagi saya, adalah alat untuk merefleksikan keadaan dan perasaan yang saya punya. Sebagai orang yang sulit untuk mengungkapkan dan mengekspresikan emosi dalam hati, film menjadi sebuah media untuk mencari tahu kalau apa yang saya rasakan juga dirasakan oleh orang lain.

Dan bagi saya dan mungkin banyak orang lainnya yang tidak merasa dekat dengan orang tua, film Ngeri Ngeri Sedap adalah visualisasi sempurna dari kegelisahan kita sebagai seorang anak. Film ini menjadi representasi suara teriakan lantang dari hati yang paling dalam seorang anak, yang mungkin tidak akan pernah kita ucapkan seumur hidup kita:

“Aku harap orang tua mau mendengar, mengerti dan memahami apa yang kita rasa”

Dan Bene Dion Rajagukguk sebagai sutradara, melakukannya dengan storytelling yang sederhana dan sangat terasa segar.

Bagi saya pribadi, film keluarga adalah satu trope film favorit saya karena termasuk salah satu genre yang paling mudah untuk memancing emosi penontonnya. Tidak perlu plot twist yang kompleks dan njlimet, suguhkan saja konflik keluarga begitu dekat secara nyata sedetail mungkin agar penonton bisa merasakan setiap detakan emosinya.

Tapi meskipun terlihat mudah secara logika cerita, menurut saya pribadi tidak semua film mampu menunjukannya dengan baik apalagi sempurna. Ada begitu banyak film keluarga yang tidak mampu membuat konflik agar terasa dan terlihat nyata, atau gagal memberikan katarsis dalam klimaks cerita dan mengaburkan pesan yang ingin disampaikan.

Tapi tidak dengan Ngeri Ngeri Sedap, karena cerita dari film ini tersampaikan dengan lugas, cerdas, apik dan lembut menusuk dari awal hingga akhir film. Dan tidak hanya itu, Bene Dion Rajagukguk juga berhasil memberikan perspektif baru bagi penontonnya tentang genre film keluarga, baik secara cerita maupun dalam visualisasinya.

Sang sutradara melakukannya dengan satu hal: menelanjangi masalah inti sebuah keluarga dengan bumbu budaya Batak.

Di Indonesia sendiri, masalah ketidakharmonisan antar anggota keluarga punya level yang sama dengan edukasi seks: tabu untuk dibicarakan di dalam keluarga, dan dilarang bocor ke tetangga.

Akibatnya, semua anggota keluarga berada dalam lingkaran setan. Semua masalah, semua perasaan sedih, marah, kecewa bergumul dan terkurung dalam hati hingga mengendap busuk tanpa adanya rekonsiliasi. Setiap anggota keluarga, menyimpan bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Dan sang sutradara, berhasil menjadikan Ngeri Ngeri Sedap menjadi pelatuk penonton untuk mengeluarkan semua emosi yang terpendam tersebut dengan dua adegan one take shot yang cemerlang.

Mungkin inilah salah satu alasan utama kenapa banyak orang yang menangis ketika menonton film Ngeri Ngeri Sedap, karena perasaan yang mengendap tersebut berhasil merangsak keluar semua, habis tanpa sisa. Film ini berhasil menyuarakan teriakan perasaan kita pada adik, kakak, dan orang tuayang selama ini terpendam membusuk dalam hati.

Bene Dion Rajagukguk, berhasil melakukannya melalui kontras cerita sebenarnya sederhana, tapi mampu dieksekusi dengan sangat apik dan patut diacungi jempol!

Hal pertama yang membuat film Ngeri Ngeri Sedap sangat menarik adalah pemilihan plot cerita keluarga yang segar dan belum pernah saya lihat sebelumnya: pura pura cerai agar anak mau pulang kembali ke rumah. Tema cerita ini menjadi hook cerita yang baru dan segar, ampuh untuk memancing penonton agar tetap merasa tertarik dan mencari tahu apa yang akan terjadi di akhir film.

Yang kedua, perspektif cerita yang konsisten dari awal hingga akhir, dimana penonton menikmati cerita utama dari kacamata orang tua (terutama sang ayah), tapi tidak juga lupa untuk memperlihatkan perspektif anak sebagai pelengkap cerita. Perspektif dua arah ini membuat film terasa komplit, sehingga kita bisa memahami apa yang dirasakan oleh setiap karakter yang berperan.

Tapi dari semua elemen cerita yang ada, yang membuat saya kagum adalah bagaimana sang sutradara memberikan kontras karakter dengan sangat lembut dan mempesona, sehingga penonton sadar bahwa mereka sedang ‘ditusuk’ dengan plot emosi yang akan membuat perasaan meledak di ujung cerita.

“Strength invites challenges, challenges incite conflict, and conflict breeds catastrophe”

Kontras yang jelas paling terlihat adalah kontras dalam hubungan karakter, mulai dari kontras nilai antara ayah dan anak, kontras visi suami dan istri, hingga kontras peran laki-laki dan perempuan. Semua kontras menciptakan konflik keluarga secara nyata dan sangat umum terjadi, dan sang sutradara berhasil memvisualisasikan setiap gejolak batin antara logika dan perasaan melalui kacamata setiap karakternya dengan sempurna.

Tidak hanya melalui hubungan setiap karakternya, Bene Dion Rajagukguk juga berhasil memperlihatkan penontonnya kontras berujung konflik antara nilai tradisional dengan nilai modern, yang umum terjadi pada keluarga yang anak-anaknya pergi merantau.

Saya pribadi kagum dengan bagaimana sutradara mendesain sekuens adegan klimaks, dimana momen semua kontras hubungan, kontras nilai, dan kontras budaya tumpah ruah sehingga penonton berteriak dalam hati sembari menangis: Ini yang selama ini saya rasakan!

Belum lagi detail cerita yang membuat hati saya terasa sangat pedih, yaitu ketika Sahat sang anak bungsu yang seharusnya mewarisi rumah dan menjaga orang tuanya malah berkata:

“Aku pulang ya, Pak”

Saya tidak bisa membayangkan betapa pedihnya kita sebagai ayah ketika anak kita sendiri, di rumahnya sendiri, di tanah kelahirannya sendiri, dan dihadapan ayahnya sendiri mengatakan bahwa dia mau pergi dari tempat yang seharusnya jadi tempatnya untuk pulang.

Sebuah adegan cemerlang, sebuah visualisasi kontras cerita yang belum pernah saya lihat dan saya rasakan sebelumnya!

Bene Dion Rajagukguk benar-benar menaruh hati dan seluruh perasaannya dalam cerita, dan kita sebagai penonton bisa dengan sangat jelas merasakannya. Akting setiap aktor dan aktrisnya prima, adegan one take shot berat dan berkelas, menciptakan klimaks cerita yang membuat emosi penonton meledak tak karuan.

Benar-benar sebuah film yang sederhana, tapi sangat mengagumkan. Semua pesan tersampaikan, klimaks dan katarsis tercapai penuh, dan penonton meninggalkan studio dengan penuh tangis dan tawa.

Terima kasih sudah membuat hati kita menjadi lebih lega, Ngeri Ngeri Sedap!

--

--

Ben Aryandiaz Herawan
Ben Aryandiaz Herawan

Written by Ben Aryandiaz Herawan

Ars Longa, Vita Brevis. Currently writing what's tangling in my mind.

Responses (1)