Mencuri Raden Saleh (2022) — Seni Meracik Tunas Para Pencuri
“Saul makes ten. Ten oughta do it, don’t you think? You think we need one more? You think we need one more. All right, we’ll get one more”
Hanya karena sepercik kalimat di atas, saya spontan langsung bertepuk tangan dan jatuh cinta dengan film Ocean’s Eleven dan triloginya. Sebuah film yang sempurna dari semua sisi, mulai dari plot cerita, narasi, seting, pacing, editing hingga filmscore. Berkat narasi ini jugalah, saya jatuh cinta dan bahkan terobsesi dengan film-film heist lainnya seperti Inside Man, The Italian Job, Snatch, The Best Offer dan termasuk film Mencuri Raden Saleh karya Angga Dwimas Sasongko.
Tapi sebenernya, apa sih yang membuat sebuah film bisa dikatakan masuk ke dalam genre film heist?
Dari irisan paling luar, tentu saja dari plot film yang menceritakan tentang proses A sampai Z seseorang atau sebuah tim untuk mencuri satu subjek atau objek. Tapi jika kita breakdown, menurut saya pribadi ada 3 hal yang harus diperhatikan untuk bisa mengatakan sebuah film termasuk ke dalam kategori film heist: Plot, visual, dan filmscore
Secara plot cerita, setidaknya harus ada 8 elemen yang dipenuhi:
- The Target — Subjek atau objek yang dijadikan target pencurian
- The Recruitment — Proses perekrutan anggota tim pencuri, yang biasanya dibarengi dengan showcasing dari skill masing-masing anggota
- The Plan — Elaborasi rencana untuk mencuri target curian
- The Obstacle — Masalah atau hambatan yang menjadi penghalang bagi tim para pencuri
- The Trial & Error— Proses mempersiapkan segala kebutuhan yang memperlihatkan proses trial & error
- The Execution — Hari para komplotan melaksanakan eksekusi, yang biasanya dibarengan dengan adanya kejutan-kejutan yang tidak terduga
- The Surprise — Momen yang tidak terduga yang menghalangi tim pencuri dalam mencuri objek atau subjek target
- The Twist — Plot twist berupa rencana sebenarnya dari para tim pencuri yang memberikan kejutan untuk penonton karena tidak diceritakan pada rencana awal
- The End Result — Kesuksesan tim pencuri dalam mencuri target pencurian
Menurut saya, hal di atas adalah formula dasar dari sebuah film heist. Tentu saja plot film kemudian akan dikombinasikan dan dikembangkan sesuai dengan tema dan inti cerita film, bisa dari sisi action seperti Army of The Dead, atau sisi misteri seperti The Best Offer.
Tidak hanya plot cerita, visual dalam film heist juga tidak kalah penting. Camera works yang digunakan harus bisa menangkap emosi serta ketegangan ketika melakukan aksi, sekaligus harus bisa menangkap ekspresi bahagia ketika berhasil melakukan heist. Editing yang dilakukan biasanya juga menggunakan multi perspective dalam satu waktu agar bisa menceritakan dan semua perspektif karakter dan memperlihatkan keseluruhan plot film.
Dan yang juga perlu diperhatikan adalah filmscore. Sama seperti elemen visual dalam framing dan teknik editing, elemen audio pun jadi salah satu faktor utama yang membuat identitas sebuah film heist. Musik atau filmscore yang digunakan biasanya repetitif dan membangun rasa tegang dengan sangat perlahan.
Nah, sinergi antara plot cerita, visual yang ditampilkan dan filmscore digunakan akan membentuk sebuah bahasa sinema khas film heist yang berbeda dengan genre film lainnya. Tidak seperti film drama atau komedi, bahasa sinema pada film heist yang mungkin kurang dipahami atau digemari oleh orang awam di Indonesia yang menjadi target utama film ini.
Tapi setelah saya tonton, Mencuri Raden Saleh tidak hanya menggunakan bahasa sinema film heist yang sama, tapi juga menggunakan pendekatan dan inti cerita yang berbeda dari film-film heist lainnya tanpa membuat penonton bingung dan bahkan memantik rasa penasaran dari awal hingga akhir film.
Angga Dwimas Sasongko mengkombinasikan dua ‘formula’ untuk menghasilkan sebuah cerita yang segar dan mudah dicerna oleh penonton Indonesia.
Jika kamu sudah menonton film Mencuri Raden Saleh, pasti kamu sudah bisa melihat bahwa film ini memang terinspirasi dari beberapa film heist populer, mulai dari trilogi Ocean’s, National Treasure, 21 dan masih banyak lagi. Bahkan dalam satu narasi pun disebutkan kalau mereka mengambil ide dari film Sandra Bullock, yang kemungkinan besar adalah Ocean’s 8.
Tapi dari semua film heist yang menjadi inspirasinya, Mencuri Raden Saleh tetap terasa segar dan berbeda.
Alasan pertama, adalah bagaimana pendekatan karakter yang dilakukan oleh Angga Dwimas Sasongko. Alih-alih fokus memperlihatkan skill dan kehebatan para pencuri, film memperlihatkan dinamika karakter yang sesuai dengan umurnya: remaja yang masih penuh dengan emosi.
Pendekatan cerita di Mencuri Raden Saleh terasa sangat natural berkat narasi dan karakterisasi yang kuat dan sesuai dengan umur para karakternya. Setiap backstory karakter dibuat dengan kuat dan sesuai porsi. Tidak ada penonton yang mempertanyakan motivasi karakter mengapa mereka menjadi anggota pencuri, karena sudah dijelaskan dengan sangat rapih di awal film.
Ketika konflik dan masalah terjadi pun, tidak ada karakter yang lebih tinggi dan lebih bijaksana diantara karakter lain. Semua emosi setara, semua seimbang, dan semua memberikan narasi sama rata. Tidak ada satu leader utama yang lebih jago, karena memang sejatinya mereka masih ‘bocah ingusan’ yang bekerja sama untuk keluar dari masalah masing-masing.
Dalam proses pembuatan rencana dan menjalankan setiap aksinya, penonton diperlihatkan ketidak-sempurnaan khas remaja yang masih grasak-grusuk dan kurang persiapan matang dalam melakukan sesuatu. Dan berkat akting luar biasa natural dari para pemainnya, semua itu terlihat alami dan dapat dengan sangat mudah dipercaya oleh para penontonnya.
Mereka benar-benar terlihat mentah, amatir, dan tidak berpengalaman.
Mungkin inilah kenapa saya bilang kalau Mencuri Raden Saleh adalah seni meracik tunas para pencuri, karena memang setiap narasi dan reaksi yang ditampilkan harus dibangun berdasarkan perspektif dari orang-orang yang belum pernah punya pengalaman mencuri. Jika dibuat skala 1–10 dimana 10 adalah tim Danny Ocean yang sudah sangat ahli, tim Piko dan Ucup ini sudah sangat pas dan diperlihatkan di skala 0 menuju 1.
Alasan kedua yang membuat film ini terasa segar, adalah bagaimana Angga Dwimas Sasongko mengkombinasikan dua formula storytelling: formula film Indonesia dan formula film heist yang sudah saya jelaskan di awal.
Dalam mengembangkan plot dan sub plot cerita, Mencuri Raden Saleh menggunakan bahasa sinema khas film Indonesia yang biasanya melibatkan plot dan sub plot yang termotivasi oleh emosi. Ini bisa dilihat dari awal ketika film memperlihatkan hubungan Piko dengan ayahnya, yang dilanjut dengan brotherly love antara Tuktuk dan Gofar, dan romansa-yang-sayangnya-tidak-terjadi antara Ucup dan Fella. Oh ya, jangan lupa juga adegan ketika Tuktuk masuk dipenjara, lagu dari Sheila On 7 bikin adegan terasa emosional bukan?
Inilah yang saya pribadi sebut sebagai bahasa sinema khas film Indonesia, dimana pasti akan ada momen drama dengan pan slow motion yang memperlihatkan ekspresikemarahan dan kesedihan para karakternya sebelum akhirnya build up dan masuk ke babak cerita ketiga. Semua penonton film Indonesia pasti familiar dengan ini, yang mungkin jadi salah satu alasan juga kenapa film ini mudah untuk ditangkap dan dirasakan oleh para penontonnya.
Dari sisi production value, sudah jelas bahwa Mencuri Raden Saleh memang didesain dan dibuat sebagai film yang berkelas. Pondasi cerita yang dibangun dengan rapih dan penempatan twist pada momentum yang tepat sudah lebih dari cukup untuk membuat penonton kagum dengan cerita dan visual di dalamnya.
Tapi bagi saya, ada satu hal yang membuat saya sangat bahagia ketika selesai menonton film Mencuri Raden Saleh: betapa besar potensi yang bisa digali dari satu film ini!
Jujur, dari semua film Indonesia yang saya tonton di tahun 2022, menurut saya pribadi Mencuri Raden Saleh adalah film Indonesia yang paling punya potensi untuk dikembangkan jauh lebih besar, baik dari segi bisnis maupun segi cerita. Tidak heran kalau Angga Dwimas Sasongko mengatakan bahwa Mencuri Raden Saleh memang sudah direncanakan sebagai film trilogi, jika memang ada budget-nya.
Alasan pertama tentu saja aktor dan aktris yang masih muda. Kita sebagai penonton sedang menyaksikan golden year para aktor dan aktris muda ini. Mereka sudah jelas akan amat sangat berkembang, dan apapun cerita yang dikembangkan dari film Mencuri Raden Saleh ini, kita akan menyaksikan akting mereka semua dalam kondisi yang amat sangat matang.
Alasan kedua, ada begitu banyak perspektif cerita yang bisa diambil dari setiap karakter yang ada di Mencuri Raden Saleh ini. Apalagi jika melihat open ending yang digunakan, bukan tidak mungkin nantinya Visinema akan membuat sebuah mini-series tentang karakter yang dinilai populer. Atau, ada karakter baru yang ikut bergabung pada target pencurian selanjutnya.
Tapi ya, mari doakan saja Visinema tidak akan ‘serakah’ dan menguras judul yang bagus ini hingga kering dan tidak berasa lagi, atau salah langkah dengan mengubah konsep cerita seperti yang dilakukannya pada judul Love for Sale 3.
Finger crossed!