John Wick Chapter 3: Parabellum (2019) — Aksi Klasik, Rasa Futuristik

Ben Aryandiaz Herawan
7 min readMay 17, 2019

--

“Si vis pacem, para bellum”

Sebuah pribahasa dari kalimat latin yang berarti “If you want peace, prepare for war” hadir menjadi inti cerita dari film John Wick Chapter 3: Parabellum. Instalasi ketiga dari film John Wick akhirnya tayang pada tanggal 16 Mei kemarin, dengan masih mengandalkan tampang dan tangan dingin dari Keanu Reeves sebagai John Wick sang Boogeyman alias pembunuh terbaik yang pernah ada. Tapi kali ini, John Wick tidak hanya berhadapan dengan para pembunuh biasa yang mengincar nyawanya, dia juga diincar oleh para ‘nama besar’ yang belum pernah kita lihat sebelumnya.

Ya, di film ini kita akan melihat John Wick melawan seluruh dunia yang datang untuk membunuhnya.

Layaknya film John Wick sebelumnya, overture atau adegan pembuka penonton langsung disuguhi aksi yang menegangkan. Dengan perbedaan timeline yang tidak berbeda jauh dari film John Wick: Chapter 2, adegan pembuka langsung masuk menceritakan tentang apa yang terjadi pada John setelah kabur dari taman tempat dia bertemu dengan Winston. Setelahnya, kita tentu sudah bisa menembak apa yang terjadi selanjutnya bukan? Sebuah adegan aksi non-stop penuh dengan gun-fu, adegan tembak-tembakan, kejar-kejaran di tengah kota, masuk ke gang dan adegan berantem menggunakan segala senjata diperlihatkan dengan liar dan brutal.

Kalau kamu mengikuti seri John Wick dari pertama, tentu kita sudah familiar dengan gaya bertarung John Wick yang tenang namun presisi dan terlihat jelas di depan kamera. Tapi jika pola adegan dan ‘rumus’ aksinya sama dengan dua film sebelumnya, apakah film ketiga ini jatuhnya membosankan?

Oh tidak, tidak sama sekali.
Adegan pertarungan kali ini jauh dari kata membosankan.

Motif & Seting Yang Eksplisit

Tidak hanya memberikan adegan aksi yang lebih detail dan lebih variatif, ada hal baru yang membuat satu hal yang membuat saya kagum setiap kali melihat John Wick bertarung mempertaruhkan segalanya di film ketiga kali ini. Satu hal tersebut adalah motivasi pertarungan yang terlihat dengan sangat jelas di setiap adegan, dan menyatu sempurna dengan cerita mengalir. Jika pertarungan sebelumnya hanya pertarungan untuk mempertahankan diri, di setiap pertarungan yang terjadi di John Wick Chapter 3: Parabellum kita akan tahu apa motivasi, kenapa mereka bisa bertarung di tempat tersebut, siapa saja yang bertarung, dan kemana pertarungan ini membawa cerita selanjutnya.

Karena menurut saya pribadi, motivasi karakter dalam sebuah cerita adalah satu detail yang tidak boleh terlepaskan oleh penulis naskah ataupun sutradara. Seorang karakter utama harus punya motif yang diperlihatkan dengan sangat jelas, sangat detail, eksplisit dan dapat mudah dengan dipahami. Dengan begitu, akan terbangun ikatan secara emosional yang kuat menempel antara karakter yang ditampilkan dengan penonton. Semakin kuat ikatan tersebut, semakin serius penonton mendalami peran sebuah karakter dan turut merasakan setiap emosi yang ada di film tersebut.

Motivasi karakter akan membuat persepsi pada benak penonton mana karakter yang layak didukung dan mana yang ingin dilenyapkan. Motivasi ini juga menjadi poin penting dalam membentuk cerita, membuat penonton bertanya-tanya kemana cerita akan berjalan, bagaimana nasib para karakternya, apa keputusan yang sekiranya akan diambil oleh karakter tersebut dan apa dampaknya pada cerita kedepannya.

Dan Chad Stahelski — sang sutradara dari seri John Wick — selalu berhasil memperlihatkan motivasi karakter secara detail eksplisit dalam setiap film. Kita tahu dengan sangat detail siapa John Wick, siapa Winston, apa peran Charon di Hotel Continental dan banyak karakter lainnya. Hebatnya, kita bahkan sering tidak sadar kalau kita sedang ‘disuguhi’ motivasi suatu karakter yang dibangun dari narasi dan sikap karakter dalam suatu adegan!

John Wick memang film yang penuh dengan adegan aksi dan darah, tapi secara konteks cerita pacingnya cenderung lambat. Ini adalah satu trik yang digunakan untuk memberikan sebuah gambaran detail dalam sebuah cerita, memberikan waktu yang cukup lama agar penonton dapat ‘mencerna’ setiap narasi yang diucapkan, emosi yang dikeluarkan oleh karakter, hingga detail dalam sebuah pertarungan. Pacing yang lambat akan menghasilkan film yang kaya akan detail cerita, yang tentu sangat diperlukan jika ingin membentuk world building baik.

Karena kita semua tahu kalau world building adalah salah satu kekuatan utama yang dimiliki seri John Wick. Sedari film pertama, John Wick berhasil memukau penontonnya dengan world building dunia pembunuh bayaran yang kompleks, penuh dengan kode rahasia, dan mempunyai banyak peraturan yang harus dipatuhi. Kita juga tahu kalau John Wick berisikan tempat-tempat dan organisasi yang berhubungan dengan para pembunuh bayaran, mulai dari Hotel Continental, Command Center, High Table, Bowery, dan lain sebagainya. Berkat pacing cerita yang lambat, kita bisa mengetahui setiap peran elemen cerita ini dengan detail dan dalam.

Dan tahu apa yang membuat saya kagum dari film John Wick Chapter 3 ini?
Alih-alih memberikan seting dan karakter cerita secara gamblang dan menyeluruh, sang sutradara malah ‘menaruh’ sepercik informasi di setiap adegan dan narasi untuk menciptakan persepsi penonton sendiri.

Saya selalu merasa bahwa setiap penonton yang mengikuti film John Wick tidak pernah dididik untuk manja oleh sang sutradara. Secara tidak sadar, kamera selalu membawa penonton untuk melihat setiap detail dalam suatu adegan. Mulai dari gerakan tangan yang memegang senjata, jumlah peluru yang ditembakan, proses isi ulang senjata, hingga emosi yang dikeluarkan oleh karakter saat terkena tembakan atau luka tusuk.

Hayo, pada ga sadar kan kalau kamera selalu membawa kita untuk fokus pada detail momen tersebut?

Begitu juga dengan informasi-informasi elemen cerita yang diberikan oleh sutradara, penonton tidak dibuat manja dengan menyajikan seluruh narasi dalam keadaan utuh. Banyak elemen cerita yang hanya diberikan setengah dan membuat rasa penasaran yang menumpuk. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan narasi karakter yang detail ditambah dengan emosi yang dikeluarkan oleh karakter tersebut, untuk mengkonfirmasi motivasi yang mereka punya.

Dengan kombinasi aksi yang gemilang dengan detail ditambah plot yang kaya akan cerita, saya rasa Chad Stahelski telah berhasil memberikan kita suatu jenis film aksi yang belum pernah sebelumnya.

Selamat Datang Standar Film Aksi Yang Baru

Film aksi adalah salah satu genre film yang gampang membuat jenuh. Klise yang terlalu sering dipakai, plot cerita yang mudah ditebak, peran karakter antagonis dan protagonis yang kaku dan membosankan dengan akhir cerita yang itu-itu saja. Film aksi, adalah salah satu genre film yang harus terus berubah lebih baik secara konstan jika ingin terus mendapatkan penonton setia, apalagi jika ingin dibuat seri seperti John Wick.

Saya adalah orang yang setuju dengan poin yang ditunjukan salah satu video dari kanal YouTube Looper yang berjudul John Wick Changed Action Movies And You Barely Noticed. Setelah trilogi Bourne membuat standarnya sendiri dengan aksi pertempuran yang super cepat dan brutal, John Wick datang menggantikannya dengan aksi yang tenang namun penuh dengan darah. Genre film aksi akhirnya berubah standar, berkembang menjadi lebih baik dengan kualitas dan teknik storytelling yang dimiliki oleh John Wick

John Wick Chapter 3: Parabellum adalah instalasi ketiga dari seri John Wick. Sebagai film aksi, tentu harus ada perbedaan yang signifikan bukan? Harus ada sesuatu yang ‘wah’ dan spektakuler untuk meningkatkan intensitas dan adrenalin penonton bukan? Seperti apa yang dilakukan dengan franchise Fast and Furious misalnya, yang setiap kali muncul film baru selalu meningkatkan kadar aksinya dengan penuh dengan ledakan hebat yang mengelegar dan menggetarkan layar.

Tidak tidak, John Wick tidak melakukannya.
John Wick malah sebaliknya. John Wick menjadi lebih tenang, lebih diam dan lebih presisi dalam setiap detail filmnya.

John Wick Chapter 3 tidak berusaha meningkatkan intensitas pengalaman menonton dengan cara yang fantastik, besar, ‘wah’ dan spektakuler seperti Fast and Furious. Dia melakukannya dengan cara sebaliknya; mencoba menyulusuri setiap elemen cerita lebih dalam, lebih luas, dan lebih detail dari dua film sebelumnya. Tidak ada ledakan yang keras, tidak ada aksi yang tidak masuk akal, semuanya justru terlihat lebih jelas dan lebih detail di setiap mata penonton.

Aksi yang diberikan pada John Wick Chapter 3 tetap realistik, namun jauh lebih variatif dan inovatif dari dua film sebelumnya. Sekarang kita bisa melihat pertarungan menggunakan anjing militer seperti yang bisa kita lihat di trailer, bahkan adegan pertarungan antara John Wick dan duo The Raid, Yayan Ruhiyan dan Cecep Arif Rahman menjadi salah satu adegan ikonik dalam film ini. Serius, benar-benar sebuah kehormatan bisa bermain bersama Keanu Reeves!

Dan jika berbicara soal storytelling, John Wick mengambil sudut dan perspektif cerita yang anti-mainstream dan membuatnya unik dan berbeda dari film aksi lainnya.

Setiap elemen cerita yang menggantung dari film pertama perlahan demi perlahan dibuka sedikit, memuaskan sedikit rasa penasaran tapi tetap tidak diberikan kejelasannya secara utuh. Plot twist ditaruh dengan presisi di beberapa adegan, mengungkapkan motif baru, memperlihatkan sisi lain dari seorang karakter, dimana dan pada siapa mereka berpihak. Sebuah cara sempurna untuk membangun plot cerita untuk film selanjutnya yang sekaligus membuat penonton tetap penasaran, tetap tertarik dan terus ingin mengikuti seri John Wick ini sampai akhir.

Inilah alasan kenapa saya bilang John Wick punya rasa yang futurisrik, kerena film ini mampu membuat standar baru untuk film aksi baik dalam sisi adegan pertempuran maupun dalam soal storytelling. Standar yang ditetapkannya sudah tinggi dan maksimal, dan film apapun yang nantinya mengalahkan standar John Wick akan memberikan pengalaman menonton yang lebih segar, lebih menegangkan, dan jauh lebih berkualitas.

Hmm, dari perspektif penonton terdengar seperti menyenangkan bukan?

Seri John Wick adalah salah satu franchise film aksi dengan plot cerita paling dalam dan paling luas yang pernah saya tonton. Sering orang bilang kalau film ke-3 akan menjadi momok dan merusak dua film yang sebelumnya sudah dibangun dengan sempurna. Tapi menurut saya, film John Wick: Parabellum justru memperlihatkan yang sebaliknya. Instalasi ke-3 ini adalah awal dari semesta John Wick yang luas, dan John Wick baru saja mulai masuk, memburu, dan akan membunuh siapapun yang sudah mencoba menyerangnya.

Untuk sekarang, mari ikuti saran yang diberikan oleh Winston selagi menunggu John Wick melakukannya:

“Have a drink, and relax. For now”

--

--

Ben Aryandiaz Herawan
Ben Aryandiaz Herawan

Written by Ben Aryandiaz Herawan

Ars Longa, Vita Brevis. Currently writing what's tangling in my mind.

No responses yet