Dear Sutradara, Author, Scriptwriter, Seluruh Kru dan Pemain Film NKCTHI

Ben Aryandiaz Herawan
5 min readDec 29, 2019

--

Hari ini tanggal 28 Desember 2019.

Jam dinding sudah menunjukan pukul 23.29. Di luar rumah terasa sunyi, dan udara malam hari ini, terasa lebih dingin dan menusuk dibandingkan malam-malam sebelumnya.

Tidak terasa, sudah tiga jam lebih semenjak saya menghadiri pemutaran film Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini. Saya pikir saya akan pulang dan melakukan rutinitas seperti biasa; membedah catatan dan membuat ulasan film yang mendalam. Tapi ternyata, justru sebaliknya.

Saya tidak bisa berpikir.
Mata saya hanya menatap kosong.
Emosi saya masih belum stabil,
Karena saya masih mencoba untuk mengingat, mengulang setiap titik emosi saya yang tumpah ruah di dalam bioskop tadi.

Sebelum menonton, saya sudah memikirkan detail film apa saja yang harus saya tulis dalam lebih dari 2000 lebih kata untuk membedah film ini. Seharusnya artikel ini berisikan tentang desain karakter dan plot cerita. Membahas tentang lighting, film score hingga shot-to-shot commentary agar penonton dapat tahu dan berekspektasi apa tentang film ini.

Tapi tidak, tidak ada bahasan atau ulasan film yang mendalam kali ini.
Kali ini saya hanya mau mengucapkan,

Terima kasih.

Saya, adalah seorang penikmat film yang boleh dibilang kurang senang menonton film keluarga Indonesia. Saya selalu menganggap kalau semua film keluarga Indonesia selalu punya aturan baku yang sama, dengan konflik dan plot cerita yang selalu diulang dan terkesan membosankan. Apalagi, jika film tersebut di adaptasi dari sebuah buku, seperti NKCTHI ini. Dengan kata lain, saya dari awal sudah berekspektasi rendah — bahkan bisa dibilang merendahkan — terhadap film ini.

Saya, bukanlah seorang pembaca buku. Saya bahkan bisa bilang kalau saya membenci proses membaca buku, karena itulah saya selalu menjadikan film sebagai media ‘membaca’ saya. Jadi jelas, kalau saya 100% tidak tahu kalau ternyata film NKCTHI ini diangkat dari sebuah buku yang saya juga baru tahu, kalau bukunya sangat laku di pasaran.

Tapi dari ekspektasi pribadi yang rendah yang ditambah dengan ketidak-tahuan saya tentang popularitas NKCTHI ini, saya masuk kedalam bioskop dalam keadaan paling netral; saya menjadi sangat objektif, tanpa bias sama sekali dan sama sekali tidak memiliki ekspektasi apa-apa.

Hasilnya?
Saya tidak pernah menangis sekeras ini di dalam bioskop.

Film keluarga, pada umumnya hanya memperlihatkan segelintir realitas saja. Mereka hanya mengupas kulitnya, dibungkus dengan drama dengan akting yang bagus agar terlihat realistis. Konflik yang ada hanya dibangun berdasarkan titik trauma terendah dan tertinggi saja, memperlihatkan satu hal yang ekstrim yang mungkin hanya bisa terjadi di beberapa keluarga saja. Dan pada akhirnya, konklusi cerita yang dibangun pun hanya memberikan momen kosong di pikiran penontonnya, hanya berubah menjadi sebuah kata: “Oh, lumayan rame filmnya”.

Inilah yang selalu saya rasakan ketika menonton film keluarga, terutama film keluarga Indonesia.

Tapi NKCTHI, berhasil merubah segalanya.

Saya tidak keluar bioskop dengan momen kosong seperti biasanya, saya keluar dengan penuh emosi, dengan penuh rasa puas, karena saya telah mendapatkan pelajaran dan pengalaman menonton baru yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya.

Ibarat sebuah mesin, NKCTHI adalah sebuah tombol yang dapat membuat emosi penontonnya terpelatuk, meledak tak tertahan dan membangunkan jiwa penonton yang mungkin tertidur pulas setelah dipendam selamanya.

Keluarga pada esensinya adalah paradoks dari setiap individu yang tergabung didalamnya. Setiap anggota keluarga pasti punya emosi yang saling bertabrakan. Fragmen hasil tabrakan emosi ini akan mengendap dan terakumulasi sedikit demi sedikit, membuat sebuah ‘bom’ emosi yang siap meledak kapan saja, dimana saja. Bom ini kemudian semakin membesar dan semakin terbentuk dengan adanya konflik yang sengaja diacuhkan, atau tidak pernah diselesaikan secara utuh.

Dan NKCTHI, berhasil memperlihatkan bagaimana bom emosi ini terbentuk, membesar, dan meledak dengan sangat realistis dan sempurna.

Karena alasan inilah, saya ingin berterima kasih dengan sutradara, scriptwriter, dan screenwriter karena bisa membuat sinkronisasi pelatuk emosi dengan timing yang tepat sepanjang film. Saya juga ingin berterima kasih pada mereka semua karena tidak melupakan masalah utama keluarga yang hampir selalu luput diceritakan; kejujuran, favoritisme, ketergantungan, komunikasi dan ilusi keluarga sempurna.

Saya ingin berterima kasih sekali lagi pada mereka karena telah sepenuh hati membuat film dengan plot dan fase cerita yang sangat-sangat berkualitas. Mereka tahu kapan harus menahan cerita, kapan harus memutar flashback, kapan harus ‘menekan’ emosi penonton dan kapan waktu yang tepat untuk membiarkan penonton bergumul dengan emosi mereka masing-masing. Brilian, benar-benar brilian.

Saya juga ingin berterima kasih pada sound designer dan siapapun yang bertanggung jawab atas pemilihan soundtrack yang jelas menjadi salah satu faktor utama yang membuat saya dan penonton lain menangis ga karuan di dalam bioskop.

Saya ingin berterima kasih juga pada sinematografer untuk shot-shot ciamik yang berhasil memperlihatkan emosi secara implisit, membiarkan penontonnya mengungkap misteri dan merasakan emosi tersebut di dalam diri sendiri. Saya ingin berterima kasih untuk seluruh kru yang membantu pembuatan film NKCTHI ini.

Dan terakhir, saya ingin berterima kasih untuk semua cast yang telah memberikan kualitas akting yang prima, memicu semua penonton untuk mendobrak pintu emosi yang selama ini dicoba ditahan dan diacuhkan.

Teman saya, sahabat lama saya yang juga menjadi salah satu admin WatchmenID menangis tidak karuan setelah beres menonton film ini. Dari mulai credit roll bergulir hingga jalan ke depan bioskop, dia tetap menangis sambil menceritakan bagaimana film NKCTHI ini membuat emosinya yang selama ini terpendam merangsak keluar. “Film ini jahat, sumpah jahat” katanya sambil mengulang cerita, mengungkapkan sebuah tragedi dalam film yang sama persis pernah dialaminya.

Tiga baris di belakang saya juga mengalami hal yang serupa. Ada satu orang wanita yang sedang menangis mengeluarkan emosinya sambil ditenangkan oleh teman-temannya. Bioskop sudah kosong, semua sudah keluar, namun banyak dari kami masih mencoba mengambil serpihan emosi kami yang berceceran kemana-mana.

Saya sendiri juga merasakan hal yang sama. Saya menangis hampir sepanjang perjalanan pulang karena terus mengingat emosi dan ekspresi yang diperlihatkan oleh karakter Aurora. Saya seperti berkaca pada diri saya, seorang manusia yang terus menerus menahan emosi dan mencoba mengasingkan diri dan terasa terasingkan dari keluarga sendiri.

Saya pikir, semua penonton pasti akan punya koneksi yang emosional dengan salah satu atau banyak karakter dari NKCTHI ini. Saya sangat berharap akan banyak orang yang menonton film NKCTHI — baik suka ataupun tidak — agar mereka bisa merasakan apa yang saya rasakan; leganya melepaskan beban emosi yang selalu kita coba tutup selama ini.

NKCTHI, buat saya lebih dari sekedar film. NKCTHI adalah sebuah momen yang akan terus saya ingat, sebuah process of healing yang membuat saya sadar, kalau saya harus melepas beban emosi untuk bisa bahagia. Dan sekali lagi, saya berterima kasih dari lubuk hati yang paling dalam untuk author, sutradara, scriptwriter, screenwriter, seluruh kru dan pemain film untuk pengalaman menonton yang tidak terlupakan ini.

Best regards,
Ben Aryandiaz Herawan.

--

--

Ben Aryandiaz Herawan
Ben Aryandiaz Herawan

Written by Ben Aryandiaz Herawan

Ars Longa, Vita Brevis. Currently writing what's tangling in my mind.

No responses yet