Day 31 : Rekomendasi Film Dengan Sinematografi Ciamik
Oke, sebagai penutup di bulan Juli, di hari ke-31 ini saya bakalan kasih 7 rekomendasi film dengan sinematografi yang ciamik alias keren! Sinematografi ga harus indah dan eyegasm kaya buatan Makoto Shinkai atau Blade Runner; sinematografi harus memperkaya cerita.
Buat saya pribadi, film dengan sinematografi yang baik adalah film yang mampu membuat sinergi antara plot dengan seting cerita, memberikan sebuah pengalaman menonton yang menyentuh dan menyeluruh, baik dari segi visual, segi audio, dan maupun segi emosional.
Seven Samurai, adalah salah satu film paling tua yang pernah saya tonton. Saya menonton film ini sengaja tanpa subtitle, agar mata dan telinga lebih fokus pada sinematografi yang digunakan. Dan hasilnya, ada satu hal yang menarik dari film hitam-putih jadul buatan Aki Kurosawa ini.
Saya tertarik mendalami film ini setelah menonton sebuah video dari Every Frame is A Painting, yang menemukan bagaimana sutradara menggunakan cuaca sebagai elemen cerita. Dengan menggunakan efek angin, hujan, air, dan api, background film ‘hidup’ di mata penonton.
Birdman, adalah satu film yang menggunakan ilusi teknik continuous shot untuk menceritakan satu perspektif pada aktor superhero yang sudah meredup namanya. Dan disini, semuanya diceritakan dalam satu continuous shot dengan sudut yang variatif dan super detail.
Berbeda dengan film continous shot lainnya, Birdman mengkombinasikannya dengan film score yang continuous juga, dalam bentuk ketukan drum. Kombinasi audio dan visual yang linier inilah yang bikin Birdman punya ‘feel’ yang menarik bagi mata dan telinga.
Enter The Void katanya termasuk salah satu film yang mengganggu mata dan telinga, membuat perasaan tidak nyaman bahkan katanya ada yang sampai bikin mual. Tapi buat saya, Enter The Void adalah salah satu film dengan sinematografi paling unik yang pernah saya tonton.
Beneran deh, kamu akan mendapatkan sebuah sensasi pengalaman menonton yang baru setelah selesai nonton Enter The Void. Visualnya eyegasm, bikin otak kerasa mabok berkat tone merah dan teknik flying camera dengan angle yang jauh dari konvensional.
Kalau ingin belajar tentang komposisi frame dan penggunaan tone warna dalam suatu adegan, Drive adalah salah satu film yang paling cocok untuk dipelajari dan di analisis lebih lanjut. Disini, tone warna digunakan untuk menciptakan satu emosi dan intensitas adegan yang detail.
Drive sendiri bercerita tentang seorang stuntman Hollywood yang terjebak dalam masalah serius setelah berusaha menolong tetangganya. Cukup sederhana bukan? Tapi saat menonton, kamu bisa dibuat menahan nafas karena adegan begitu intens, tegang, dan terasa nyata.
Children of Men, adalah salah satu film terbaik dari Alfonso Cuaron yang sukses mengkombinasikan dunia distopia dengan alegori dari alkitab. Dan kalau kita lihat dari sisi sinematografi, Children of Men berhasil memasukan referensi-referensi dari buku dan karya seni secara seamless.
Saya pertama kali menyadari hal ini setelah menonton video dari Nerdwriter1, yang membahas tentang bagaimana Alfonso Cuaron menggabungkan background, foreground, dan film score secara optimal, menjadikannya satu sinergi yang saling memperkaya cerita.
6. The Grand Budapest Hotel (2014)
Ga afdol rasanya kalau membahas tentang sinematografi tanpa merekomendasikan film sang sutradara auteur, Wes Andreson. Sutradara yang satu ini memang terkesan begitu fanatik dengan simetrisitas dan keseimbangan komposisi, yang turut menjadi ciri khas karyanya.
Dan dari semua film yang Wes Anderson buat, saya paling suka dengan film The Grand Budapest Hotel. Selain ‘ramah’ untuk saya yang buta warna, film ini memberikan sinematografi yang ciamik bahkan saat karakter melakukan hal paling kecil, seperti saat sedang diam menunggu misalnya.
Saya bisa bilang kalau Memories of Murder adalah salah satu film underrated di bidang sinematografi, karena banyak orang tidak sadar bagaimana sutradara melakukan pengambilan gambar. Dan setelah saya menonton Every Frame of Painting, akhirnya saya tahu rahasianya.
Bong Joon-ho menggunakan teknik yang namanya ensemble staging, membuat kontras non-konvensional antara background dan foreground. Kontras ini bikin mata penonton tidak bisa fokus, membuat mereka ragu tentang apa yang mereka liat, bikin cerita semakin intens dan misterius.
Honorary Mention: Irreversible (2002)
Entah kenapa, setiap kali membahas sinematografi pikiran saya tidak pernah lepas dengan film Irreversible. Film buatan Gaspar Noe ini benar-benar berkesan buat saya, bukan hanya karena adegan ‘itu’ tapi juga karena mampu membuat cerita terbalik dengan sangat mulus.
Tone warna yang merah dan gelap sedari awal juga mampu membuat intensitas cerita tinggi sedari awal film. Penonton dibikin awas dan penasaran tentang apa yang akan terjadi di film ini. Tapi tentu saja, tidak ada yang menduga adegan ‘itu’ akan datang menghantam.
That’s it fellow cinephile, 7 rekomendasi film dengan sinematografi yang ciamik! Setiap orang pasti punya persepsi dan selera yang berbeda kalau kita bicara tentang sinematografi, dan ini versi saya. Kalau kamu ngerasa kurang puas, silahkan tulis rekomendasi kalian dibawah ya!
Buat bulan Agustus, saya akan mulai merekomendasikan film-film yang menjadi ciri khas seorang sutradara. Sebisa mungkin saya akan mengangkat sutradara underrated yang punya karya bagus tapi kurang dikenal, lengkap dengan ciri khas yang menjadi karakter sutradara tersebut.
Tapi buat sekarang, kamu bisa kunjungi Pustaka WatchmenID Watchlist di Ruang QuoraID buat cari rekomendasi film underrated lainnya. Tinggal klik link aja dibawah ini ya!
Link: https://bit.ly/2J3L15X
Buat besok, mau bahas karya sutradara siapa nih?
Aaron Sorkin
Gaspar Noe
Dennis Villeneuve