Captain Marvel (2019) : Pondasi Sunyi Sang Star of Legacy
Penafian — Artikel ini dibuat berdasarkan opini, selera dan preferensi pribadi. Setiap hal yang saya sebutkan disini hanya berdasarkan pendapat saya sendiri, dan mungkin akan dirasakan berbeda bagi setiap orang.
Captain Marvel, salah satu tokoh pivotal Marvel Cinematic Universe (MCU) untuk 10 tahun kedepan akhirnya muncul dalam film pertamanya. Semenjak pengumuman Brie Larson yang akan masuk sebagai Captain Marvel pada tahun 2016 silam, film ini menjadi salah satu film yang paling ditunggu kehadirannya.
Nah, akhirnya pada tanggal 6 Maret 2019 kemarin Captain Marvel resmi mengudara dan dapat kita lihat secara langsung di layar kaca. Lantas bagaimana filmnya? Bagaimana pembawaan karakter Carol Denvers alias Captain Marvel yang dibawakan oleh Brie Larson?
Apakah sepadan dengan penantian selama 3 tahun, atau malah sebaliknya?
(Bukan) Tipikal Plot Film Marvel Pada Umumnya
Satu hal yang paling membuat saya terkejut saat menonton film Captain Marvel adalah bagaimana sang sutradara mengambil plot yang digunakan untuk menceritakan kisah seorang Captain Marvel. Alih-alih menggunakan plot tipikal superhero pada umumnya yang berjalan linier dan penuh dengan klise, film Captain Marvel ini mengambil perspektif yang sedikit lebih rumit, dengan timeline semi-linear dan pengambilan plot twist yang berbeda.
Jika film Marvel biasanya menggunakan plot twist berupa peristiwa plot cerita atau keadaan yang terjadi selama film berjalan, plot twist pada film Captain Marvel ini justru terjadi pada karakter Captain Marvel itu sendiri yang bersinergi dengan plot cerita film secara keseluruhan. Saya sendiri tidak menyangka kalau film ini akan mengambil plot twist yang demikian, karena pikiran saya sudah stuck dan tertanam formula film-film Marvel sebelumnya.
Origin story dari Carol Danvers pun dirubah sedemikian rupa agar bisa bersinergi dengan grand plot dari film. Seting, tempat, dan karakter dari origin story Captain Marvel pun dibuat lebih sederhana agar semua orang dapat mengerti dengan mudah. Tidak ada mesin alien yang punya nama dan bentuk yang aneh, semua diganti dengan apik dan terlihat lebih realistis dan futuristik. Dan jujur saja, saya bersyukur origin story Carol Danvers dirubah dan dibuat berbeda seperti ini, jauh lebih menarik dan lebih mudah dimengerti bahkan oleh orang awam yang tidak membaca komik Captain Marvel.
Tapi sayangnya, premis plot cerita yang berbeda ini tidak dibarengi oleh character development yang baik dari karakter Carol Danvers alias Captain Marvel. Sepanjang film, saya hampir tidak merasakan sisi emosional dari karakter utama, tidak ada emotional arc yang berarti yang membuat saya berempati.
Saya tidak merasakan apa-apa, tidak ada rasa kagum, tidak ada rasa empati, tidak ada emosi yang sama saya rasakan ketika menonton Iron Man, Captain America, Doctor Strange atau Black Panther sekalipun. Semua terasa flat, rata, tidak ada rasa ‘greget’ yang saya rasakan. Dan parahnya, emosi seperti ini saya rasakan dari awal hingga akhir film. Ya, walaupun ada beberapa adegan yang membuat saya sedikit berucap ‘wow’, tapi tetap saja emosi saya flat dan rata secara keseluruhan film.
Saya pribadi merasa kalau Captain Marvel adalah film MCU yang paling ‘biasa’ yang pernah saya tonton, mengalahkan Ant-Man yang selama ini saya anggap biasa saja. Hampir semua adegan saya tonton tanpa rasa, tanpa hati, tanpa emosi, kosong, sunyi, dan dapat terlupakan dengan mudah dalam hitungan hari.
Kenapa?
Yang paling pertama saya lihat dan saya sadari dari film Captain Marvel ini adalah tidak adanya setback yang berarti dari karakter protagonis, tidak ada pengorbanan besar yang dilakukan oleh karakter utama, tidak ada ‘harga’ yang harus dibayar yang sepadan dengan hasil atau kekuatan akhir yang didapatkan.
Kalau kita bandingkan dengan film Marvel pertama lainnya, jelas jauh berbeda karena mereka semua punya tingkat emosional yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Captain Marvel. Iron Man misalnya, harus merelakan teman satu selnya mati agar dia bisa hidup dan kabur dari gua. Thor, harus merelakan kehilangan kekuatan Mjolnir miliknya dan menghilangkan koneksi Bifrost dengan pacarnya di bumi. Black Panther harus sekarat dan turun tahta sementara, Captain America harus kehilangan Bucky dan mengorbankan waktunya di es. Semua penuh pengorbanan besar bukan? Lantas apa yang dilakukan oleh Captain Marvel di filmnya kali ini?
Tidak ada.
Tidak ada pengorbanan yang dilakukan oleh Carol Danvers. Tidak ada rasa kehilangan, tidak ada yang keluarga atau kerabat yang mati, tidak ada harga yang harus dibayar. Film Captain Marvel hanya menceritakan perjalanan hidup Carol Danvers, tidak lebih dan tidak kurang. Dimana sensasi ceritanya? Dimana high dan low emotional point yang bisa penonton rasakan?
Padahal kalau kita tarik secara garis besar, film Captain Marvel harusnya menjadi pondasi yang kokoh bagi Carol Danvers yang akan memimpin MCU pada Phase 4. Seharusnya film ini menjadi pengukuh dan penguat alasan utama kenapa Captain Marvel layak menjadi pemimpin menggantikan Captain America, film ini harusnya bisa menjelaskan kualitas pemimpin macam apa yang dimiliki oleh Carol Danvers sebagai Captain Marvel. Semuanya memang diperlihatkan dengan gamblang, tapi tidak terasa sampai ke hati, tidak ada emotional attachment dan character bonding dengan penonton.
Film ini jadinya hanya terasa sebagai ‘produk’ jualan MCU saja, bukan sebagai ‘karakter’ superhero yang bisa kita kagumi seperti Captain America, Iron Man, atau bahkan Hulk. Sayang sekali.
Brie, Binary, dan CGI yang ‘Seksi’
Plot cerita memang tidak ‘wah’ dan tidak membuat saya merasa kagum, tapi harus saya akui CGI dan desain karakter dari Captain Marvel ini sangat menarik, terlihat realistis dan tidak terkesan dipaksakan. Seperti karakter Falcon, desain karakter Captain Marvel juga terlihat futuristik dan memperlihatkan kecanggihan teknologi yang masuk akal, sehingga masih diterima otak dengan mudah.
Kalau soal penampilan Carol Danvers, saya bersyukur sutradara tidak memberikan Captain Marvel penampilan tomboy ala komik yang maskulin lengkap dengan rambut cepak pinggirnya. Saya memang lebih menyukai penampilan Carol Danvers dengan rambutnya yang panjang, ketimbang Carol versi komik yang maskulin dengan rambut yang maskulin dan sangat pendek. Ini preferensi pribadi saya lho ya.
Secara sekilas, penampilan Brie Larson sebagai Captain Marvel hampir spotless. Hanya ada satu yang kurang : Brie Larson kurang ramping dan kurang tinggi sehingga kostum yang dipakai serasa terlalu bulky dan kurang pas dengan penampilan Captain Marvel yang slim dan tinggi. Kostum yang dipakai rasanya kurang menyatu, apalagi saat Brie sedang tidak ‘berubah’ dan berjalan-jalan santai dengan kostum itu. Entahlah, mungkin sayanya saja yang sok perfeksionis, tapi memang rasanya ganggu saat melihat Brie Larson memakai kostum yang sedikit tidak ngepas tersebut.
Dan kalau kita berbicara tentang sifat yang diperlihatkan Brie Larson sebagai Captain Marvel, interaksi dan narasi yang dilontarkan olehnya masih terasa ada yang kurang. Elemen sarkas dan ceria yang dimiliki oleh Carol Danvers di komiknya hanya terasa sangat sedikit, terasa sepercik saja. Dan kembali lagi saya bahas, tidak ada ekspresi atau kepribadian Carol Danvers yang ‘nyangkut’ pada penonton, sehingga tidak ada kedekatan emosional yang terbangun dari awal hingga akhir film. Tidak ada yang spesial dari sikap dan emosi yang dimiliki oleh Carol Danvers versi MCU ini, sehingga tidak ada motivasi mendasar yang membuat saya suka pada Captain Marvel secara emosional.
Memang sih ada ‘usaha’ yang sengaja diperlihatkan untuk membangun hubungan emosional dengan penonton, yaitu saat kita diperlihatkan pribadi Carol Danvers yang tidak pernah menyerah sedari kecil seperti yang ada di trailer. Tapi sayangnya adegan itu ga nyampe, terkesan dipaksakan karena tidak barengi dengan pendekatan emosional yang baik sejak awal film.
Tapi meskipun secara emosi karakter Captain Marvel terasa kosong dan hampa, harus saya akui kalau showcase kekuatan yang dimiliki oleh Captain Marvel benar-benar ciamik. Perubahan karakter saat power up, battle costume yang digunakan, hingga kekuatan yang diperlihatkan melebihi apa yang saya bayangkan sebelumnya.
CGI dan sound effect yang ditunjukan benar-benar seksi, mulai dari kekuatan photon blast yang sudah diperlihatkan di trailer, teknologi futuristik yang dimiliki oleh kostum dari Captain Marvel, hingga power up dan perubahan Carol Danvers menjadi Binary yang ciamik. Semuanya menurut saya sempurna, baik dari visual maupun dari audionya. Adegan pertarungan yang diperlihatkan juga sebenarnya terlihat sangat baik, diambil dari angle variatif dengan koreagrafi yang natural. Tapi kembali lagi, karena secara keseluruhan plot dan tone film terasa hambar, adegan pertarungan pun ikut terasa hambar.
Menurut saya pribadi sih, ini film sayang banget kenapa ga dikembangin lebih dalam, ga dibikin lebih luas, dan ga dibuat lebih ‘serius’ seperti Captain Amerika. Saya berharap banget film ini bisa ngasih kita para penonton alasan yang cukup kuat kenapa Captain Marvel layak menjadi pemimpin MCU selanjutnya menggantikan Captain America. Saya berharap film ini memberikan kita insight tentang kualitas yang dimiliki oleh Carol Danvers sebagai Captain Marvel, seperti kepintaran dan keangkuhan yang dimiliki oleh Tony Stark sebagai Iron Man, atau sense of leadership yang dimiliki oleh Steve Rogers sebagai Captain of America.
Mungkin film Captain Marvel sengaja dibuat seperti ini untuk memberikan kita ekspektasi yang rendah, dan ‘membantingnya’ kemudian saat Carol Danvers muncul pada Avengers : Endgame nanti. Mungkin saja film Captain Marvel ini hanya sebatas permukaan yang terlihat dari luar saja, dan kita baru bisa melihat kekuatan ‘asli’ yang dimiliki Captain Marvel pada bulan April nanti. Fingers crossed, saya enggan berharap lebih banyak dan lebih tinggi, kita tunggu saja penampilannya di Avengers : Endgame nanti ya!